Friday 22 March 2013


Mengatasi Rasa Takut

Alexander Berzin
Maret 2002

Cara-Cara Darurat untuk Mengatasi Rasa Takut

Dalam aliran Buddha Tibet, sosok Buddha perempuan Tara melambangkan unsur Buddha yang melindungi kita dari rasa takut. Tara sebenarnya melambangkan angin-tenaga pada tubuh dan napas. Ketika dimurnikan, ia juga melambangkan kemampuan untuk bertindak dan untuk mencapai tujuan-tujuan kita. Perlambangan ini memberikan beberapa cara darurat tentang pengolahan napas dan dengan tenaga-tenaga halus untuk mengatasi rasa takut.
Cara-cara darurat ini diperoleh dari laku-laku persiapan (pendahuluan) yang kita lakukan sebelum bermeditasi, belajar, atau mendengarkan ajaran-ajaran. Laku-laku ini membantu untuk menenangkan kita dalam keadaan-keadaan darurat, ketika kita sangat ketakutan atau mulai panik. Laku-laku ini juga berperan sebagai langkah awal untuk dilakukan sebelum menerapkan cara-cara yang lebih mendalam.
  1. Menghitung rangkaian pernapasan dengan mata memejam, dengan rangkaian: menarik dan mengembuskan napas, dan memusatkan pada sensasi ketika udara masuk, turun, perut bawah naik, lalu turun, dan udara keluar.
  2. Menghitung rangkaian pernapasan dengan mata setengah membuka, memusatkan pandangan dengan santai, memandang ke lantai, dengan rangkaian: napas keluar, jeda, dan napas masuk, dengan pemusatan seperti di atas, dan setelahsesaat, menambahkan kesadaran pada sensasiketika pantat kita menyentuh kursi atau lantai.
  3. Menguatkan kembali dorongan atau tujuan tentang apa yang ingin kita capai (menjadi lebih tenang) dan mengapa.
  4. Membayangkan bahwa pikiran dan tenaga kita menjadi memusat seperti lensa kamera.
  5. Tanpa menghitung napas, memusatkan pada sensasi ketika perut bawah naik dan turun sambil bernapas dan merasakan bahwa semua tenaga tubuh kita mengalir secara selaras.

Rasa Takut Disertai oleh Ketidaksadaran

Rasa takut selalu disertai oleh ketidaksadaran (kebodohan, kebingungan) tentang kenyataan—entah mengetahui atau tidak mengetahui itu dalam cara yang berlawanan dengan kenyataan. Mari kita meninjau enam jenis yang mungkin.
(1) Ketika kita takut bahwa kita tidak bisa mengendalikan atau mengatasi suatu keadaan, ketakutan kita mungkin disertai oleh ketidaksadaran tentang sebab dan akibat dan bagaimana sesuatu ada. Objek-objek yang tersekat (zhen-yul, objek tertuju) daricara kita memberi perhatian pada diri kita sendiri dan apa yang kita takutkan adalah
  • “aku”yang ada secara kukuh yang, oleh kekuatannya sendiri, seharusnya mampu mengendalikan segala hal, misalnya anak kita tidak celaka,
  • sesuatu yang adasecara kukuh, ada untuk dirinya sendiri dan tidak dipengaruhi oleh hal lain, yang seharusnya mampu kita kendalikan dengan upaya kita sendiri, tapi kita tidak mampu melakukannya karena ketidakcakapan pribadi kita.
Ada cara-cara mustahil tentang menjadi ada dan cara-cara mustahil di mana sebab dan akibat berlaku.
(2) Ketika kita takut bahwa kita tidak bisa mengatasi suatu keadaan, ketidaksadaran yang menyertainya mungkin tentang sifat dasar cita dan ketidaktetapan. Kita takut bahwa kita tidak bisa mengatasiperasaan-perasaan kita atau rasa kehilangan orang tercinta, kita tidak menyadari bahwa pengalaman-pengalaman kita akan kepedihan dan kesedihan adalah kemunculan dan ketahuan tentang keberadaan belaka. Mereka bersifat tidaktetap dan akan berlalu, seperti rasa sakit ketika dokter gigi mengebor gigi kita.
(3) Rasa takut kita ketika tidak bisa mengatasi suatu keadaan mungkin adalah rasa takut bahwa kita tidak bisa mengatasinya seorang diri. Ini mungkin menyebabkan rasa takut menjadi sendiri dan kesepian. Kita berpikir bahwa kita bisa menemukan orang lain yang bisa meringankan keadaan ini. Objek-objek yang tersekat di sini adalah
  • “aku” yang ada secara kukuh yang tidak cakap, kurang mampu, kurang pandai, dan yang tidak pernah bisa belajar.
  • “orang lain” yang ada secara kukuh yang lebih baik dibanding saya dan yang bisa menolong saya.
Ini adalah rupa lain dari ketidaksadaran tentang bagaimana orang lain dan kita ada dan ketidaksadaran tentang sebab dan akibat. Mungkin tepat bahwa kita tidak memiliki pengetahuan yang memadai untuk mampu mengatasi sesuatu, misalnya mobil kita rusak, dan orang lain mungkin memiliki pengetahuan itu dan mampu membantu kita. Namun, itu tidak berarti bahwa, melalui berlakunya sebab dan akibat, kita tidak bisa belajar.
(4) Ketika kita takut pada seseorang, misalnya atasan kita, kita tidak menyadari kodrat dasar orang itu. Atasan kita adalah manusia, dengan rasa-rasa seperti yang kita miliki. Ia ingin bahagia, tidak ingin tidak bahagia, dan ingin disukai dan tidakingin tidak disukai. Ia memiliki kehidupan di luar kantor dan ini memengaruhi suasana hatinya. Jika kita bisa menjalin hubungan dengan atasan kita dalam batas-batas kemanusiaan, dengan tetap waspada pada kedudukan diri kita, ketakutan kita tidak akan sebesar itu.
(5) Demikian juga, ketika kita takut pada ular atau serangga, kita juga tidak menyadari bahwa mereka adalah makhluk berperasaan, sama seperti kita, dan ingin bahagia dan tidakingin tidak bahagia. Dari sudut pandang ajaran Buddha, kita mungkin tidak menyadari mereka sebagai perwujudan dari kesinambunganbatintersendiri yang tidak memiliki identitas melekat sebagai satu jenis atau jenis lainnya. Kita tidak menyadari bahwa mereka bahkan bisa saja ibu kita dalam kehidupan terdahulu.
(6) Ketika kita takut pada kegagalan atau penyakit, kita tidak menyadari sifat dasar kita sebagai mahkluk samsara yang terbatas. Kita tidak sempurna dan tentu saja kita akan membuat kesalahan dan kadang-kadang gagal atau jatuh sakit. “Apa yang Anda harapkan dari Samsara?

No comments:

Post a Comment